Rabu, 09 Juli 2014

transaksi online

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia sebagai makhluk sosial membutuhkan orang lain untuk berinteraksi, karena pada dasarnya manusia tidak dapat memenuhi kebutuhan hidupnya secara sendiri-sendiri. Oleh sebab itu perlu berhubungan dengan orang lain. Manusia yang hidup di dunia ini selalu dituntut dan diburu oleh kebutuhan-kebutuhan guna melengkapi panggilan hidupnya. Untuk melakukan semua itu mereka melakukannya dengan berbagai macam cara. Di antaranya dengan bercocok tanam, bekerja sebagai pegawai negeri, nelayan dan sebagainya. Dari semua kegiatan usah tersebut, di antaranya juga meliputi jual beli, atau dalam bahasa arabnya disebut dengan (al-bai’). Ada yang melakukan jual beli ini atas namanya sendiri, ada yang mengatas namakan masyarakat (koperasi). Dengan berkembangnya teknologi, dunia perdagangan pun semakin mengalami corak-corak tersendiri, hingga kepada hal yang semakin praktis. Teknis pelaksanaannya tidak lagi menggunakan “ijab dan qabul”, bahkan ada yang menggunakan sistem komputer dan internet, walaupun masih terdapat sebagian masyarakat yang menggunakan cara tradisional dengan ijab qabul. Dan yang tidak menggunakan ijab qabul inilah dalam bahasa fiqh yang di sebut “jual beli mu’athah” (saling memberi dan menerima), karena adanya perbuatan dari pihak-pihak yang telah saling memahami perbuatan transaksi tersebut dengan segala akibat hukumnya. Kegiatan seperti ini sering terjadi di supermarket-supermarket, swalayan-swalayan, yang tidak ada proses tawar menawar di dalamnya. Dalam hal ini, pihak pembeli telah mengetahui harga barang yang secara tertulis dicantumkan pada barang tersebut, dan kemudian si pembeli datang ke meja kasir dengan menunjukkan bahwa di antara mereka akan melakukan transaksi jual-beli. Berdasarkan pemaparan masalah di atas, maka bagaimanakah hukumnya di dalam Islam tentang jual beli dengan al-mu’athah dan elektrik? B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana mekanisme transaksi ONLINE? 2. Bagaimana hukum jual beli tersebut? 3. Bagaimana pendapat para ulama berkenaan dengan transaksi online? C. tujuan dan Manfaat 1. Untuk mengetahui mekanisme transaksi online 2. Untuk mengetahui hokum jual beli online 3. Untuk mengetahui pendapat para ulama mengenai transaksi online? BAB II PEMBAHASAN A. PENGERTIAN JUAL BELI ONLINE Berbisnis merupaan aktivitas yang sangat dianjurkan dalam ajaran Islam. Bahkan, Rasulullah SAW sendiri pun telah menyatakan bahwa 9 dari 10 pintu rezeki adalah melalui pintu berdagang (al-hadits). Artinya, melalui jalan perdagangan inilah, pintu-pintu rezeki akan dapat dibuka sehingga karunia Allah terpancar daripadanya. Jual beli merupakan sesuatu yang diperbolehkan وأحل الله بيع وحرم الربو Dan Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. (QS 2 : 275), dengan catatan selama dilakukan dengan benar sesuai dengan tuntunan ajaran Islam. Sebelum menjelaskan tentang pengertian transaksi online menurut ulama madzhab maka akan menjelaskan tentang pengertian jual beli itu sendiri. Inti dari beberapa pengertian tersebut mempunyai kesamaan dan mengandung hal-hal antara lain 1. Jual beli dilakukan oleh 2 orang (2 sisi) yang saling melakukan tukar menukar 2. Tukar menukar tersebut atas suatu barang atau sesuatu yang dihukumi seperti barang, yakni kemanfaatan dari kedua belah pihak. 3. Sesuatu yang tidak berupa barang/harta atau yang dihukumi sepertinya tidak sah untuk diperjualbelikan 4. Tukar menukar tersebut hukumnya tetap berlaku, yakni kedua belah pihak memiliki sesuatu yang diserahkan kepadanya dengan adanya ketetapan jual beli dengan kepemilikan abadi. Umumnya transaksi dilakukan dengan hadirnya dua orang yang mengadakan transaksi dan adanya kerelaan kedua belah pihak. Transaksi secara online merupakan transakasi pesanan dalam model bisnis era global yang non face, dengan hanya melakukan transfer data lewat maya (data intercange) via internet, yang mana kedua belah pihak, antara originator dan adresse (penjual dan pembeli), atau menembus batas System Pemasaran dan Bisnis-Online dengan menggunakan Sentral shop, Sentral Shop merupakan sebuah Rancangan Web Ecommerce smart dan sekaligus sebagai Bussiness Intelligent yang sangat stabil untuk diguakan dalam memulai, menjalankan, mengembangkan, dan mengontrol Bisnis. Perkembangan teknologi inilah yang bisa memudahkan transaksi jarak jauh, dimana manusia bisa dapat berinteraksi secara singkat walaupun tanp face to face, akan tetapi didalam bisnis adalah yang terpenting memberikan informasi dan mencari keuntungan. Adapun mengenai definisi mengenai E-Commerce secara umumnya adalah dengan merujuk pada semua bentuk transaksi komersial, yang menyangkut organisasi dan transmisi data yang digeneralisasikan dalam bentuk teks, suara, dan gambar secara lengkap. Sedangkan pihak-pihak yang terlibat sebagaiman yang telah diungkapkan dalam akad salam diatas, mungkin tidak beda jauh, hanya saja persyaratan tempat yang berbeda Adapun pengertian Jual Beli Online , yaitu ” (sebuah akad jual beli yang dilakukan dengan menggunakan sarana eletronik (internet) baik berupa barang maupun berupa jasa). Atau “ akad yang disepakati dengan menentukan ciri-ciri tertentu dengan membayar harganya terlebih dahulu sedangkann barangnya diserahkan kemudian” Masalah jual beli online merupakan masalah fiqih kontemporer yang belum pernah dibahas dalam kitab- kitab fiqih klasik. Oleh karena itu dalam pembahasan yang berhubungan dengan jual beli online banyak dikaitkan dengan item- item jual beli yang ada dalam kitab- kitab fiqih, terkait dengan ketentuan pokok atau lazim disebut rukun dan syarat jual beli. B. RUKUN JUAL BELI Adapun rukun-rukun jual beli adalah : 1. Adanya penjual 2. Adanya pembeli 3. Ijab qobul 4. Barang yang diakadkan 5. Adanya kerelaan Adapun rukun jual beli menurut jumhur ulama’ dan imam hanafi , yaitu : a. Menurut madzab imam hanafi, rukun jual beli itu hanya satu, yaitu akad saling rela antara mereka ( ‘an taraadin ) yang terwujud dalam ijab (ungkapan membeli dari pembeli ) dan qabul ( ungkapan menjual dari penjual . selain akad, madzab hanafi menyebutnya sebagai syarat. b. Sedangkan menurut jumhur fuqaha’ rukun jual beli itu adalah : penjual dan pembeli, ijab dan qabul, ada barang yang dibeli, ada nilai tukar ( harga ). C. SYARAT JUAL BELI Syarat-syarat jual beli : 1. Syarat sah jual beli adalah pelaku akad disyaratkan berakal, memiliki kemampuan memilih (orang gila, orang mabuk tidak dinyatakan sah). 2. Syarat barang yang di akadkan  Suci (halal dan baik)  Bermanfaat  Milik sendiri  Mampu diserahkan oleh pelaku akad  Mengetahui status barang ( kualitas, kuantitas, jenis, dll  Barang tersebut dapat diterima oleh pihak yang melakukan akad Adapun syarat jual beli yang terpokok adalah : orang yang berakad berakal sehat, barang yang diperjual belikan ada manfaatnya, barang yang diperjual belikan ada pemiliknya, dan dalam transaksi jual beli tidak terjadi manipulasi atau penipuan. Berdasarkan paparan di atas, dapat dibawa ke permasalahan pokok kali ini, yaitu jual beli melalui online yang sebenarnya juga termasuk jual beli via telepon, sms dan alat telekomunikasi lainnya, maka yang terpenting adalah : 1. ada barang yang diperjual belikan, halal dan jelas pemiliknya, sebagaimana hadist nabi : “ tidak sah jual beli kecuali sesuatu yang dimiliki seseorang “ (HR. At- Turmudzi dan Abu Dawud). 2. Ada harga wajar yang disepakati kedua belah pihak (penjual dan pembeli), tidak ada unsur manipulasi atau penipuan dalam transaksi ( HR. Bukhari Muslim ) 3. prosedur transaksinya benar, diketahui dan saling rela antara kedua belah pihak, sebagaimana makna firman allah : “ kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku secara saling rela diantara kamu “ ( an nisa’ ayat 29 ). Terkait dengan jual beli online, selain syarat yang disebutkan diatas, tidak pentingnya bahwa barang yang diinginkan oleh pembeli harus sesuai dengan ketentuan-ketentuan pembeli baik dari segi bentuk maupun warnanya. Jika beberapa syarat tersebut terpenuhi, maka sebenarnya jual beli dengan cara apapaun tidak ada masalah, tetap sah dan diperbolehkan. Apalagi jika suatu jenis transaksi itu sudah menjadi kebiasaan, walau menurut orang lain aneh, maka secara fiqih tetap sah dan boleh. Al ashlu fil asy-ya’ al- ibaachah, chattaa yaddullad daliilu’alattahriim,yakni pada dasarnya segala sesuatu itu hukumnya boleh. Berpijak dari landasan kaidah fiqhiyah tersebut, maka jual beli online itu diperbolehkan dan sah, kecuali jika secara kasuistis terjadi penyimpangan, manipulasi, penipuan dan sejenisnya, maka secara kasuistis pula diterapkan, yaitu haram. Oleh karena itu jika ada masalah terkait ketidak sesuaian barang antara yang ditawarkan dan dibayar dengan yang diterima, maka berlaku hukum transaksi pada umumnya, bagaimana kesepakatan yang telah terjalin. Inilah salah satu faktor yang dapat menjadi penyebab batalnya transaksi jual beli dan dapat menjadi salah satu penyebab haramnya jual beli, baik online atau bukan, karena terjadinya manipulasi atau penipuan. D. TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP JUAL BELI ONLINE Sebagaimana keterangan dan penjelasan mengenai dasar hokum hingga persyaratan transaksi salam dalam hokum islam, kalo dilihat secara sepintas mungkin mengarah pada ketidak dibolehkannya transaksi secara online (E-commerce), disebabkan ketidak jelasan tempat dan tidak hadirnya kedua pihak yang terlibat dalam tempat. ` Tapi kalo kita coba lebih telaah lagi dengan mencoba mengkolaborasikan antara ungkapan al-Qur’an, hadits dan ijmma’, dengan sebuah landasan : “ Pada asalnya semua mu’amalah boleh hingga ada dalil yang menunjukkan keharamannya” Dengan melihat keterangan diatas undijadikan sebagai pemula dan pembuka cenel keterlibatan hokum islam terhadap permasalahan kontemporer. Karena dalam al-Qur’an permasalahn trasnsaksi online masih bersifat global, selamjutnya hanya mengarahkan pada peluncuran teks hadits yang dikolaborasikan dalam peramasalahan sekarang dengan menarik sebuah pengkiyasan. Sebagaimana ungkapan Abdullah bin Mas’ud : Bahwa apa yang telah dipandang baik leh muslim maka baiklah dihadapan Allah, akan tetapi sebaliknya. Dan yang paling penting adalah kejujuran, keadilan, dan kejelasan dengan memberikan data secara lengkap, dan tidak ada niatan untuk menipu atau merugikan orang lain, sebagaimana firman Allah dalam surat Albaqarah 275 dan 282 diatas. E. PERBEDAAN JUAL BELI OFFLINE DENGAN ONLINE Adapun yang membedakan antara bisnis online dan offline adalah proses akadnya. Berikut ini karakteristik bisnis online adalah :  Terjadinya transaksi antara dua belah pihak  Adanya pertukaran barang, jasa, atau informasi  Internet merupakan media utama dalam proses atau mekanisme akad tersebut. Jadi bisa di simpulkan bahwa perbedaan antara jual beli online dan jual beli ofline adalah terletak pada proses transaksi (akad) dan media utama dalam proses tersebut. Akad merupakan unsur penting dalam jual beli. Secara umum bisnis dalam islam menjelaskan adanya transaksi yang bersifat fisik dengan menghadirkan benda tersebut ketika transaksi atau tanpa menghadirkan benda yang dipesan, tetapi dengan ketentuan harus dinyatakan sifat benda secara konkret, baik diserahkan langsung atau diserahkan kemudian sampai batas waktu tertentu seperti dalam transaksi as-salam dan transaksi al-istishna. Bisnis online sama seperti bisnis offline, ada yang halal ada juga yang haram. Adapun keharaman bisnis online karena beberapa sebab yaitu : 1. Sistemnya haram, seperti money gambling. Judi itu haram baik di darat maupun di udara (online) 2. Barang atau jasa yang menjadi objek transaksi adalah barang yang diharamkan, seperti : narkoba, video porno, online sex, pelanggaran hak cipta, situs-situs yang bisa membawa 3. pengunjung ke dalam perzinaan.Melanggar perjanjian atau mangandung unsur penipuan. 4. Tidak membawa kemanfaatan tapi justru menggakibatkan kemadharatan. Transaksi online diperbolehkan menurut islam selama tidak menggandung unsur-unsur yang dapat merusaknya seperti riba, kezhaliman, kecurangan dan sejenisnya serta memenuhi rukun-rukun dan syarat-syarat jual belinya. Rosulullah saw bersabda : . لَعَنَ اللهُ اَكَلَ الرِّبَا وَمُوَكِلُهُ وَكَاتِبُهُ وَشَاهِدُهُ . “Allah melaknati kepada pemakan riba, orang yang mengurus, penulis, dan saksinya.” F. PENDAPAT-PENDAPAT ULAMA’ TENTANG JENIS AKAD TRANSAKSI Akad transaksi pada era masa kini tentunya mengalami perubahan karena harus menyesuaikan diri dengan kebutuhan masyarakat sekarang. Konsekuensinya, tak jarang beberapa jenis transaksi hukumnya dipertanyakan lagi, apakah jenis transaksi ini sesuai dengan syari’at atau tidak. Karena pada dasarnya, akad memiliki rukun dan syarat yang harus terpenuhi. Rukun itu antara lain : pernyataan untuk mengikatkan diri (sighah al-aqd), pihak-pihak yang berakad, dan obyek akad. Namun menurut Ulama’ Madhab Hanafi, rukun akad itu cukup satu yaitu sighah al-aqd, sedangkan pihak-pihak yang berakad dan obyek akad masuk pada syarat akad. Contoh akad transaksi pada era sekarang yang keabsahan hukumnya masih perlu ditelaah lebih lanjut. Seperti akad yang terjadi di pasar swalayan,seseorang mengambil barang kemudian membayar kepada kasir sesuai dengan harga barang ynag tercatum pada barang tersebut. Di dalam fiqh, jual beli seperti ini di sebut bai’ al-mu’atoh (jual beli dengan saling memberi). Ulama’ Madhab Syafi’i dalam qaul qadim tidak membenarkan akad seperti ini, karena kedua belah pihak harus menyatakan secara jelas mengenai ijab dan qabul itu. Demikian juga madhab Az-Zahiri dan Syiah pun tidak membenarkannya. Tetapi Jumhur Ulama’ Fiqh termasuk Madhab Syafi'i generasi belakangan seperti Imam Nawawi membolehkan jual beli seperti ini, karena telah menjadi adat kebiasaan dalam masyarakat sebagian besar umat Islam. Dengan demikian, aat kebiasaan yang berlaku dalam suatu masyarakat yang membawa maslahat dapat dibenarkan sebagai landasan dalam menetapkan suatu hukum. Menurut Mustafa Az-Zarqa’ suatu akad dipandang sempurna apabila telah memenuhi syarat-syarat yang disebutkan di atas. Namun ada akad-akad yang baru dipandang sempurna apabila telah dilakukan timbangan terima dan tidak memadai hanya dengan ijab dan qabul saja, yang disebut dengan al-uqud al-ainiyyah. Akad semacam ini ada lima macam, yaitu hubah, pinjam meminjam, barang titipan, perseriaktan dalam modal, dan jaminan. Menurut ulama’ fiqh, kelima macam akad (transaksi) tersebut harus diserahkan kepada yangberhak dan dikuasai sepenuhnya, dan tidak boleh terlepas dari tanggung jawab. G. PENDAPAT ULAMA KONTEMPORER Banyak ulama kontemporer yang berpendapat bahwa transaksi dengan piranti-piranti modern adalah sah dengan syarat ada kejelasan dalam transaksi tersebut. Di antara mereka adalah Syeikh Muhammad Bakhit al Muthi’i, Mushthofa az Zarqa’, Wahbah Zuhaili dan Abdullah bin Mani’. Alasan beliau-beliau adalah sebagai berikut: 1. Berdasar pendapat banyak ulama di masa silam yang menyatakan sahnya transaksi via surat menyurat dan jika ijab (penyataan pihak pertama) adalah sah setelah sampainya surat ke tangan pihak kedua. Demikian pula mengingat sahnya transaksi dengan cara berteriak. 2. Yang dimaksud dengan disyaratkannya ‘kesatuan majelis transaksi’ adalah adanya suatu waktu yang pada saat itu dua orang yang mengadakan transaksi sibuk dengan masalah transaksi. Bukanlah yang dimaksudkan adalah adanya dua orang yang bertransaksi dalam satu tempat. Berdasarkan penjelasan tersebut maka majelis akad dalam pembicaraan via telepon adalah waktu komunikasi yang digunakan untuk membicarakan transaksi. Jika transaksi dengan tulisan maka majelis transaksi adalah sampainya surat atau tulisan dari pihak pertama kepada pihak kedua. Jika qobul tertunda dengan pengertian ketika surat sampai belum ada qobul dari pihak kedua maka transaksi tidak sah. Syeikh Muhammad Bakhit al Muthi’i ditanya tentang hukum mengadakan transaksi dengan telegram. Jawaban beliau, telegram itu seperti hukum surat menyurat. Cuma telegram itu lebih cepat. Akan tetapi mungkin saja terjadi kekeliruan. Oleh karena itu, ada keharusan untuk klarifikasi dengan sarana-sarana yang ada pada saat ini semisal telepon atau yang lainnya. Semisal dengan telegram adalah faks. Untuk sarana-sarana yang lain maka boleh jadi sama dengan telepon dan telegram dalam kecepatan dan kejelasan komunikasi atau lebih baik lagi. Jika sama maka hukumnya juga sama. Jika lebih baik maka tentu lebih layak untuk dibolehkan. Majma’ Fiqhi Islami di Muktamarnya yang keenam di Jeddah juga menetapkan bolehnya mengadakan transaksi dengan alat-alat komunikasi modern. Transaksi ini dinilai sebagaimana transaksi dua orang yang berada dalam satu tempat asalkan syarat-syaratnya terpenuhi. Akan tetapi tidak diperbolehkan untuk menggunakan sarana-sarana ini itu transaksi sharf/penukaran mata uang karena dalam sharf disyaratkan serah terima secara langsung. Demikian pula transaksi salam karena dalam transaksi salam modal harus segera diserahkan begitu setelah transaksi dilaksanakan. Namun menurut Wahbah Zuhaili, jika terdapat serah terima mata uang dalam transaksi sharf dan modal dalam transaksi salam bisa diserahkan denga menggunakan sarana-sarana komunikasi modern tersebut maka transaksi sah dan hal ini adalah suatu hal yang memungkinkan untuk beberapa model transaksi yang baru. Syarat yang ditetapkam Majma Fiqhi adalah sebagai berikut: 1. Adanya kejelasan tentang siapa pihak-pihak yang mengadakan transaksi supaya tidak ada salah sangka, kerancuan dan pemalsuan dari salah satu pihak atau dari pihak ketiga. 2. Bisa dipastikan bahwa alat-alat yang digunakan memang sedang dipakai oleh orang dimaksudkan. Sehingga semua perkataan dan pernyataan memang berasal dari orang yang diinginkan. 3. Pihak yang mengeluarkan ijab (pihak pertama, penjual atau semisalnya) tidak membatalkan transaksi sebelum sampainya qobul dari pihak kedua. Ketentuan ini berlaku untuk alat-alat yang menuntut adanya jeda untuk sampainya qobul. 4. Transaksi dengan alat-alat ini tidak menyebabkan tertundanya penyerahan salah satu dari dua mata uang yang ditukarkan karena dalam transaksi sharf/tukar menukar mata uang ada persyaratan bahwa dua mata uang yang dipertukarkan itu telah sama-sama diserahkan sebelum majelis transaksi bubar. Demikian juga tidak menyebabkan tertundanya penyerahan modal dalam transaksi salam karena dalam transaksi salam disyaratkan bahwa modal harus segera diserahkan. 5. Tidak sah akad nikah dengan alat-alat tersebut (hp, internet dll) karena adanya saksi adalah syarat sah akad nikah. BAB III PENUTUP A. KESIMPULAN Menurut Ulama’ Madhab Hanafi sighah al-aqd, sedangkan pihak-pihak yang berakad dan obyek akad masuk pada syarat akad. Menurut Ulama’ Madhab Syafi’i dalam qaul qadim tidak membenarkan akad seperti ini, karena kedua belah pihak harus menyatakan secara jelas mengenai ijab dan qabul itu Menurut madhab Az-Zahiri dan Syiah pun tidak membenarkannya. Tetapi Jumhur Ulama’ Fiqh termasuk Madhab Syafi'i generasi belakangan seperti Imam Nawawi membolehkan jual beli seperti ini, karena telah menjadi adat kebiasaan dalam masyarakat sebagian besar umat Islam. Menurut Mustafa Az-Zarqa’ suatu akad dipandang sempurna apabila telah memenuhi syarat-syarat yang disebutkan di atas Menurut Majma’ Fiqhi Islami di Muktamarnya yang keenam di Jeddah juga menetapkan bolehnya mengadakan transaksi dengan alat-alat komunikasi modern. Transaksi ini dinilai sebagaimana transaksi dua orang yang berada dalam satu tempat asalkan syarat-syaratnya terpenuhi. Menurut Wahbah Zuhaili, jika terdapat serah terima mata uang dalam transaksi sharf dan modal dalam transaksi salam bisa diserahkan denga menggunakan sarana-sarana komunikasi modern tersebut maka transaksi sah dan hal ini adalah suatu hal yang memungkinkan untuk beberapa model transaksi yang baru. B. ANALISA SENDIRI Transaksi online merupakan jual beli tanpa ada perjumpaan. Berbisnis merupakan aktivitas yang sangat dianjurkan dalam ajaran Islam. Bahkan telah di sebutkan di atas , Rasulullah SAW sendiri pun telah menyatakan bahwa 9 dari 10 pintu rezeki adalah melalui pintu berdagang (al-hadits). Artinya, melalui jalan perdagangan inilah, pintu-pintu rezeki akan dapat dibuka sehingga karunia Allah terpancar daripadanya. Jual beli merupakan sesuatu yang diperbolehkan (QS 2 : 275).dengan catatan sesuai dengan ajaran islam. Dalil di atas di maksudkan untuk bisnis offline,bagaimana dengan bisnis online pada zaman sekarang ini,bisnis online itu banyak sekali ragam dan macamnya salah satu contoh yaitu toko bagus.com.di mana pelayanannya itu di lakukan menggunakan website,e-mail sebagai alat bantu untuk memudahkan transaksi.Dengan karakteristik jual beli online yang meliputi: 1) Terjadinya transaksi antara dua belah pihak; 2) Adanya pertukaran barang, jasa, atau informasi; 3) Internet merupakan media utama dalam proses transaksi akad tersebut. Yang membedaan transaksi online dan offline menurut karakteristik di atas yaitu proses transaksi (akad) dan media dalam proses transaksi tersebut. Secara umum bersifat fisik dengan menghadirkan benda yang di pesan,dengan sifat benda tersebut,baik di serahkan langsung atau di tangguhkan dengan waktu tertentu. Jenis komoditi yang menjadi objek transaksi online yaitu barang jasa digital dan non digital ,barang digital seperti pulsa elektrik yang tidak bersifat fisik atau sofware yang berbentuk file,sedangkan yang non digital yang barangnya sesuai sifat ketika bertransaksi seperti berbentuk dengan menghadirkan bendanya. . jadi, menuurut saya Transaksi online dibolehkan menurut Islam . dengan berdasarkan prinsip-prinsip dan aturan yang Syar’i dengan ijab qobul baik secara lisan ataupun tulisan itu sama saja.Walawpun menurut sebagian ulama madzhab tidak membolehkan tapi ini sudah menjadi kebiasaan yang di lakukan oleh umat islam. Bisnis online sama seperti bisnis offline. Ada yang halal ada yang haram, ada yang legal ada yang ilegal. Hukum dasar bisnis online sama seperti akad jual beli dan akad (as-salam,) ini diperbolehkan dalam Islam. Dan bisa menjadi haram bisnis online jika: 1. Sistemnya haram. Judi itu haram baik di darat maupun di udara (online) 2. Barang/jasa yang menjadi objek transaksi adalah barang yang diharamkan, seperti narkoba, dan minuman memabukkan,video porno, pelanggaran hak cipta, situs-situs yang membuat pembaca terjerumus dalam perzinaan. 3. mengandung unsur penipuan. 4.tidak membawa manfaat Transaksi online di perbolehakan asal tidak mengandung unsur-unsur merugikan dan merusak seperti riba, kezhaliman, penipuan, kecurangan dan yang lainya. Pertama,Jika terjadi transaksi antara pembeli dan penjual dengan tidak saling bertemu ,tidak saling melihat dan tidak saling mendengar hanya dengan tulisan atau email baik berupa telefax atau zmz.transaksi ini sah dengan syarat transaksi tercapai. Kedua ,jika terjadi transaksi lewat telepon dan terjadi gangguan setelah pembeli memberi tawaran maka transaksi bisa di lanjutkan ketika telpon sudah mulai bisa di gunakan lagi. Ketiga,ketika terjadi penipuan,kesalahan fahaman dan ketidak jujuran semua di kembalikan pada pelaku transaksi tersebut. Manfaat transaksi online: 1. Seluruh orang di dunia bisa bertransaksi jualbeli dengan cepat tidak terbatas ruang dan waktu,cepat ,praktis dan efisien. 2. Biaya oprasional lebih murah karena akses yang cepat,dengan jangkauan yang lebar membuat semua orang dapat mengaksesnya hanya dengan media computer. 3. Informasi yang terdapat dalam transaksi online sangaat lengkap,selain bisa di lakukan kapan saja juga dapat memilih produk yang di inginkan. 4. Memperpendek waktu Media computer telah terprogram untuk kemudahan pemesanan. DAFTAR PUSTAKA Antonio Muhammad Syafi’I, Bank Syariah dari Teori ke Praktek, Jakrta : Gema Insani, 2001 Hasan M. Ali, Berbagai Macam Transaksi dalam Islam (Fiqh Muamalat), Jakrta : PT Raja Grafindo Persada, 2003 http://punyahari.blogspot.com/2009/12/transaksi-dan-akad-dalam-ekonomi.html Karim Adiwarman, Bank Islam Analisis Fiqh dan Keuangan, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2004 Mas’adi Ghufron A., Fiqh Muamalah Kontekstual, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2002

Tidak ada komentar:

Posting Komentar