Rabu, 09 Juli 2014

HASAN ALBASRI(VENA VULVENA)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Islam sebagaimana dijumpai dalam sejarah, ternyata tidak sesempit seperti yang dipahami oleh masyarakat Islam sendiri pada umumnya. Dalam sejarah terlihat bahwa Islam yang bersumber kepada Al-Qur’an dan as-Sunnah dapat berhubungan dengan pertumbuhan masyarakat luas. Dari persentuhan tersebut lahirlah berbagai disiplin ilmu keislaman, salah satunya adalah tasawuf. Bagi umat Islam umumnya dan kaum cendekiawan khususnya, adalah panggilan sejarah untuk terus mengembangkan dan menggali warisan intelektual mereka.Salah satunya kisah seorang sufi bernamA hasan al-basri. Hasan Al Basri adalah seorang sufi angkatan tabi’in, seorang yang sangat takwa, wara’ dan zuhud pada kehidupan dunia yang mana dikala masanya banyak dari kalangan masyarakt khususnya dari kalangan atas yang hidup berfoya-foya. Yang mana kezuhudan itu masih melekat ajarannya dari para ulama-ulama lainnya pada masa sahabat. Yang mana ajran beliau masih kental ataupun berdasarkan Al Qur’an dan Hadist nabi, untuk itu beliau termasuk golongan Tasawuf Sunni. B. Rumusan Masalah 1. Seperti apa biografi hasan al-basri? 2. Bagaimana pemikiran tasawuf beliau? 3. Seperti apa keteladanan beliau? 4. Bagaiman potret kehidupan beliau? C. Tujuan 1. Menjelaskan pemikiran beliau 2. Ajaran-ajaran beliau 3. Kehidupaan Hasan Al-Basri BAB II PEMBAHASAN A. Biografi Hasan Al-Basri Nama asli dari Hasan Al-Basri adalah Abu Sa’id Al Hasan bin Yasar. Beliau dilahirkan oleh seorang perempuan yang bernama Khoiroh, dan beliau adalah anak dari Yasaar, budak Zaid bin Tsabit. tepatnya pada tahun 21 H di kota Madinah setahun setelah perang shiffin, ada sumber lain yang menyatakan bahwa beliau lahir dua tahun sebelum berakhirnya masa pemerintahan Khalifah Umar bin Al- Khattab. Khoiroh adalah bekas pembantu dari Ummu Salamah yang bernama asli Hindi Binti Suhail yaitu istri Rosullullah SAW. Sejak kecil Hasan Al-Basri sudah dalam naungan Ummu Salamah. Bahkan ketika ibunya menghabiskan masa nifasnya Ummu Salamah meminta untuk tinggal di rumahnya. Dan juga nama Hasan Al-Basri itupun pemberian dari Ummu Salamah. Ummu Salamahpun terkenal dengan seorang puteri Arab yang sempurna akhlaknya serta teguh pendiriannya. Para ahli sejarah menguraikan bahwa Ummu Salamah paling luas pengetahuannya diantara para istri-istri Rosullah SAW lainnya. Seiring semakin akrabnya hubungan Hasan Al-Basri dengan keluarga Nabi, berkesempatan untuk bersuri tauladan kepada keluarga Rosullulahdan menimba ilmu bersama sahabat di masjid Nabawy. Dan ketika menginjak 14 tahun, Hasan Al-Basri pindah ke kota Basrah ( Iraq ). Disinilah kemudian beliau mulai dengan sebutan Hasan Al-Basri. Kota Basrah terkenal dengan kota ilmu dalam daulah Islamiyyah. Banyak dari kalangan sahabat dan tabi’in yang singgah di kota ini. Banyak orang berdatangan untuk menimba ilmu kepada beliau. Karena perkataan serta nasehat beliau dapat menggugah hati sang pendengar. Kemudian pada tahun 110 H, tepatnya pada malam jum’at diawal bulan Rajab beliau kembali ke rahmatullah pada usianya yang ke 80 tahun. Banyak dari penduduk Basrah yang mengantarkan sampai ke pemakaman beliau. Mereka merasa sedih serta kehilangan ulama besar, yang berbudi tinggi, soleh serta fasih lidahnya. B. Pemikiran Tasawufnya Dalam pengenalan Tasawuf beliau mendapatkan ajaran tasawuf dari Huzaifah bin Al-Yaman, sehinggan ajaran itu melekat pada dirinya sikap maupun perilaku pada kehidupan sehari-hari. Dan kemudian beliau dikenal sebagai Ulama Sufi dan juga Zuhud. Dengan gigih dan gayanya yang retorik, beliau mampu membawa kaum muslim pada garis agama dan kemudian muncullah kehidupan sufistik. Dasar pendirian yang paling utama adalah Zuhud terhadap kehidupan dunia, sehingga ia menolak segala kesenangan dan kenikmatan dunia. Hasan Al Basri mangumpamakna dunia ini seperti ular, terasa mulus kalau disentuh tangan, tetapi racunnya dapat mematikan. Oleh sebab itu, dunia ini harus dijauhi dan kemegahan serta kenikmatan dunia harus ditolak. Karena dunia bisa membuat kita berpaling dari kebenaran dan membuat kita selalu memikirkannya. Prinsip kedua ajaran Hasan Al basri adalah Khauf dan Raja’, dengan pengertian merasa takut kepada siksa Allah karena berbuat dosa dan sering melalaikan perintah Allah. Merasa kekurangan dirinya dalam mengabdi kepada Allah, timbullah rasa was was dan takut, khawatir mendapat murka dari Allah. Dengan adanya rasa takut itu pula menjadi motivasi tersendiri bagi seseorang untuk mempertinggi kualitas dan kadar pengabdian kepada Allah dan sikap daja’ ini adalah mengharap akan ampunan Allah dan karunia-NYA. Oleh karena itu prinsip-prinsip ajaran ini adalah mengandung sikap kesiapan untuk melakukan muhasabah agar selalu mamikirkan kehidupan yang hakiki dan abadi. C. Corak Pemikiran Tasawufnya Hasan Al Basri adalah seorang sufi angkatan tabi’in, seorang yang sangat takwa, wara’ dan zuhud pada kehidupan dunia yang mana dikala masanya banyak dari kalangan masyarakt khususnya dari kalangan atas yang hidup berfoya-foya. Yang mana kezuhudan itu masih melekat ajarannya dari para ulama-ulama lainnya pada masa sahabat. Yang mana ajran beliau masih kental ataupun berdasarkan Al Qur’an dan Hadist nabi, untuk itu beliau termasuk golongan Tasawuf Sunni. D. Ajaran-Ajaran Tasawufnya Ajaran-ajaran Hasan Al-Bashri adalah anjuran kepada setiap orang untuk senantiasa bersedih hati dan takut kalau tidak mampu melaksanakan seluruh perintah Allah dan menjauhi larangan-larangan-Nya Lebih jauh lagi, Hamka mengemukakan bahwa ajaran tasawuf Hasan yaitu: • Perasaan takut yang menyebabkan hatimu tentram lebih baik dari pada rasa tentran yang menimbulkan perasaan takut. • Dunia adalah negeri tempat beramal.barang siapa bertemu dunia dengan perasaanbenci dan zuhud, ia akan berbahagia dan memperoleh faedah darinya. Namun,barang siapa yang bertemu dunia dengan perasaan rindu dan hatinya bertambal dengan dunia, ia akan sengsara dan akan berhadapan dengan penderitaan yang tidak akan ditanggungnya.” • “tafakur membawa kita pada kebaikan dan selalu berusaha untuk mengerjakannya. Menyesal atas perbuatan jahat menyebabkan kita bermaksud untuk tidak mengulanginya lagi. Sesuatu yang fana’ betapapun banyakya tidak akan menyamai sesuatu yang baqa betapapun sedikitnya. Waspadalah terhadap negeri yang cepat ating dan pergi serta penuh tipuan.” • “dunia ini adalah seorang janda tua yang telah bungkuk dan beberapa kali ditinggalkan mati suaminya.” • “orang yang beriman akan senantiasa berduka cita pada pagi dan sore hari karena berada diantara dua perasaan takut ; takut mengenang dosa yang telah lampau dan takut memikirkan ajal yang masih tinggal serta bahaya yang akan mengancam.” • “hendaklah setiap orang sadar akan kematian yang senantiasa mengancamnya, dan juga takut akan kiamat yang hendak menagih janjinya.”Banyak duka cita didunia memperteguh semangat amal saleh.” Sikap tasawuf Hasan Al-Bashri senada dengan sabda Nabi yang berbunyi: “Orang yang selalu mengingat dosa-dosa yang pernah dilakukannya adalah laksana yang orang duduk di bawah sebuah gunung besar yang senantiasa merasa takut gunung itu akan menimpa dirinya”. E. Keteladanan Hasan –Basri Hasan basri adalah seorang ulama Tabi’in yang sangat mementingkan kehidupan akhirat. Yang patut kita teladani dari kehidupan dari Hasan Basri adalah kezuhudtannya, ia pernah ditanyai tentang masalah pakaian. Pakaian apa yang paling kamu sukai? Tanya orang-orang ” yang paling tebal, yang paling kasar, yang paling hina menurut pandangan manusia” jawab hasan basri . Dari perkataan inilah dapat kita pahami bahwa hasan basri sangat enggan dari dunia kemewahan apalagi kenyamanan dan tingkah lakunya sangat menjauhkan dari pujian manusia. Hasan Basri tidak pernah memerintah, memberikan nasihat dan anjuran sebelum ia sendiri melakukan dengan ketulusan hatinya, karena selayaknya seorang yang yang berdakwah dijalan tuhan harus menjadi panutan sesama. Dan ia juga tidak pernah melakukan larangan sebelum ia sendiri menjauhkan terlebih dahulu. Hal tersebut menujukkan bahwa hasan memang penuh ke strategis dalam berdakwah. Lebih dari itu Hasan Basri adalah adalah orang yang penyabar dan penuh dengan kebijaksanaan. Hasan basri mempunyai seorang tetangga yang beragama nasrani, diatas rumah Hasan basri oleh oleh tetangga tersebut didirikan kamar kecil, karena rumah Hasan Basri dengannya jadi satu atap. Setiap membuang air kecil selalu menetes ke ruang kamar Hasan Basri, kejadian ini berlangsung bukan hanya berjalan satu bulan atau satu tahun, melainkan 20 tahun. Akan tetapi hasan basri tidak pernah marah-marah dan mempermasalahkannya. hasan basri tidak mau membuat kecewa tetangganya . Karena hasan basri mengamalkan Sabda Nabi ” barang siapa yang beriman kepada allah dan hari akhir maka muliakannah tetanggnya”. Bahkan Hasan Basri menyuruh kepada istinya untuk meletakkan wadah di kamarnya supaya air kencingnya tertampung dan tidak berceceran. Ketika hasan basri sakit, salah satu tetangganya mengunjungi beliau ternyata di dalam rumahnya ada wadah yang digunakan untuk menampung kencing, setelah diperiksa wadah yang ada di dalam kamar hasan tersebut, ternyata runtuhan air kencing yang berasal dari atas kamar kecil yang berada di atas rumahnya. Setelah ditanya. Sejak kapan engkau bersabar dengan tetesan air kencing ini? Tannya sitetangga tadi. Hasan Basrti diam saja tidak menjawab, mungkin hasan basri tidak mau membuat tetangganya tidak enak. Hasan katakanlah dengan jujur sejak kapan engkau bersabar dengan air kencing ini? Jika kau diam saja dan tidak mau berterus terang aku akan merasa tidak enak, Tanya teangga nasrani tadi, akhirnya dengan penuh pemaksaan, hasan basri mau menjawab juga; selama 20 tahun ; jawab hasan basri Mengapa engkau kok diam saja dan tidak mempermasalahkan hal ini? Tanya tetangga tadi . akan tetapi hasan Hasan menjawab ” aku tidak ingin mengecewakan tetangga aku, karena Nabi Muahammad SAW bersabda “barang siapa yang berimana kepada allah dan hari akhir maka mulikanlah tetangganya” Ketika itu pulalah ia masuk islam berbondong-bondong bersama keluarganya. Ternyata hasan basri penuh dengan keteladanan, ia tidak pernah memaksa seseorang untuk masuk islam, akan tetapi yang paling dianjurkan oleh baliau, sikap ramah, lemah lembut, penuh dengan pengertian dan kebijaksanaan yang bisa mengantarkan ketertarikan kepada orang yang diluar islam untuk mengikuti agama islam. F. Kisah Taubatnya Hasan al Bashri Imam Hasan Al Bashri adalah seorang ulama tasauf yang sangat zuhud dari kalangan tabi’in, yang lahir pada tahun 21 Hijriah, dua hari sebelum terbunuhnya khalifah Umar bin Khaththab dan meninggal tahun 110 Hijriah. Ia lahir, tumbuh dan tinggal di Kota Bashrah, sehingga dinisbahkan menjadi namanya al Bashri. Tidak kurang dari 370 orang sahabat, tujuhpuluh orang di antaranya adalah ahlul Badar, yang menjadi guru dan rujukan Hasan al Bashri dalam menuntut ilmu. Termasuk di antaranya adalah Ali bin Abi Thalib, yang digelari Nabi SAW sebagai pintunya ilmu. Namun kisah taubatnya Hasan al Bashri termasuk unik dan memilukan. Sebelumnya, Hasan adalah seorang pemuda tampan yang hidup berkelimpahan harta. Ia selalu memakai pakaian yang indah-indah dan suka berkeliling kota untuk bersenang-senang. Suatu ketika ia melihat seorang wanita yang sangat cantik dan tubuh sangat memikat, Hasan berjalan di belakangnya dan mengikuti langkahnya kemanapun ia pergi. Tiba-tiba wanita itu berpaling kepada Hasan dan berkata, “Tidakkah engkau malu??” Hasan berkata, “Malu kepada siapa??” Wanita itu menjawab, “Malu kepada Zat yang Maha Mengetahui apa yang ada di balik pandangan matamu, dan apa yang tersimpan di dalam dadamu!!” Hasan sempat tertegun dengan perkataan wanita itu, yang rasanya menghunjam jauh ke dalam hatinya. Sempat terjadi pergolakan, tetapi kecantikan dan pesona wanita itu seolah membetot sukmanya, terutama dua matanya yang jeli memikat. Ia benar-benar jatuh hati dan tidak mampu rasanya untuk berpaling, karena itu ia terus mengikutinya. Ketika tiba di depan rumahnya, lagi-lagi wanita itu berpaling dan berkata, “Mengapa engkau mengikuti hingga ke sini??” Hasan berkata, “Aku terfitnah (tergoda) dengan keindahan dua matamu!!” Sesaat terdiam, kemudian wanita itu berkata, “Baiklah kalau begitu, duduklah sebentar, aku akan memenuhi apa yang engkau inginkan!!” Hati Hasan sangat gembira, dikiranya wanita itu juga jatuh hati kepadanya dan akan bersedia menjadi istrinya. Bagaimanapun juga ia seorang pemuda yang tampan dan kaya, sangat mungkin kalau wanita itu akan menerima cintanya. Tidak lama berselang, muncul pelayan wanita dengan membawa baki tertutup sebuah sapu tangan, yang langsung menyerahkannya kepada Hasan. Ia membuka sapu tangan itu, dan seketika wajahnya menjadi pucat pasi. Dua bola mata, dengan sedikit percikan darah tergeletak di atas baki itu. Pelayan wanita itu berkata, “Tuan puteri saya berpesan kepada tuan : Aku tidak menginginkan mata, yang menyebabkan fitnah bagi orang lain!!” Tubuh Hasan bergetar hebat penuh ketakutan, dan ia segera berlari pulang. Tubuhnya lunglai seolah tidak memiliki tulang belulang. Sambil memegang jenggotnya, ia berkata kepada dirinya sendiri, “Oh, alangkah hinanya engkau, percuma saja engkau berjenggot, tetapi engkau jauh lebih hina daripada wanita itu!!” Semalaman itu Hasan hanya menangis penuh penyesalan dan bertaubat kepada Allah. Pagi harinya ia mendatangi rumah wanita itu untuk meminta maaf dan kehalalan dari dirinya. Tetapi rumah wanita itu dalam keadaan tertutup, dan terdengar tangisan dari dalamnya. Salah seorang tetangganya memberitahukan kalau wanita pemilik rumah itu telah meninggal. Hasan makin tenggelam dalam kesedihan dan penyesalan. Tiga hari lamanya ia tidak keluar rumah, waktunya hanya berisi tangis penyesalan atas apa yang telah dilakukannya, dan bertaubat kepada Allah. Pada hari ketiga, ia bermimpi melihat wanita itu sedang duduk di surga. Hasan menghampirinya dan berkata, “Berilah aku maaf dan kehalalan atas apa yang aku lakukan!!” Wanita itu berkata, “Aku telah memaafkan dan menghalalkanmu, karena aku telah memperoleh kebaikan yang banyak dari Allah, dengan sebab dirimu!!” Hasan berkata lagi, “Berilah aku nasehat!!” Wanita itu berkata, “Ketika engkau dalam kesendirian (kesunyian), berdzikirlah kepada Allah Ta’ala. Ketika engkau berada di pagi dan sore hari, beristighfarlah dan bertaubatlah kepada Allah!!” Setelah terbangun dari mimpinya itu, hati Hasan menjadi lebih lega. Ia merubah total pola hidupnya selama ini. Semua harta yang dimilikinya disedekahkan di jalan Allah, ia hidup dalam keadaan zuhud dan selalu dalam ketaatan, memperdalam ilmu dari para sahabat Nabi SAW yang memang banyak yang tinggal di kota Bashrah. G. Karamah Hasan Basri Dikisahkan pada suatu hari ada seorang ulama ahli tafsir yang berkenamaan abu Amr sedang memberikan pengajiannya, tiba-tiba ada seorang pemuda yang datang untuk mengikuti pengajiann Tersebut, Abu Amr sangat terpesona dengan wajah pemuda tadi. Pada saat itulah apa yang dimilki oleh abu amr yaitu ilmu Al-Qur’an telah hilang dari ingatannya Abu amr dengan penuh gelisah dan penyesalan mengadu kepada kepada sang imam hasan ” setiap kata dan hurufAl-Qur’an telah hilang dari ingtanku” hasan berkata ” sekarang ini musim haji, pergilah ketanah suci dan tunaikanlah ibadah haji. Setelah itu pergilah ke masjid khaif. Disana akan ada seorang yang sangat tua, janganlah engkau langsung menemuinya, tapi tunggulah sampai keasyikan ibadahnya selesai, setelah itu barulah engkau mohon do’a padanya. Abu amr menuruti perkataan Hasan Basri, setelah berhaji ditanah suci ia pergi ke khaif. ternyata disana ada seorang lelaki tua beserta beberapa orang yang sedang mengelilinginya. tak berjarak beberapa kian muncullah seseorang yang berbaju putih bersih datang kepada sekumpulan orang tersebut, dan berbincang-bincang. Setalah beberapa kemudian pergilah mereka semua, hanya tinggallah orang tua yang hanya sendirian. Kemuadian Abu Amr menemuinya dan mengucapkan salam. ” dengan nama allah, tolonglah diriku ini, kata abu amr sambil mengangis, kemudian Abu Amr menerangkan tentang apa yang terjadi pada dirinya. Seketika itu ia menengadahkan dan menundukkan kepalanya untuk mendo’akan Abu Amr. Abu Amr berkata ; “semua kata dan huruf Al-Qur’an telah kuingat kembali lalu sujud terima kasih kepadanya” Siapakah yang menyuruhmu untuk datang kepadaku?” tutur orang tua tadi. Abu Amr menjawab; Hasan basri”. Kalau orang-orang sudah mempunyai imam seperti hasan mengapa masih mencari imam seperti aku? Turur orang tua tadi. Ternyata Hasan telah membuka selubung tentang diriku, sekarang aku akan membuka siapa Hasan basri sebenarnya. Seorang laki-laki yang berbaju putih yang telah datang kemari setelah shalat ashar tadi, dan orang yang pertama meninggalkan tempat ini, ia adalah Hasan Basri. Setiap hari sesudah shalat ashar ia datang kemari untuk berbincang-bincang denganku, setelah selesai berbincang-bincang denganku ia segera pergi ke Basrah untuk menunaikan shalat maghrib disana. Kalau sudah mempunyai imam seperti hasan basri mengapa masih mencari imam seperti diriku. H. Karya-karyanya Banyak dari buku atau kitab para ulama-ulama yang membahas tentang kebajikan, kesuhudan serta berbagai hal yang mengarah kepada kebesaran nama Hasan Al Basri. Yang mana berkat perjuangan beliau berdampak kepada perubahan masyarakat Islam kepada suatu hal yang lebih baik. Dan juga menjadi tongkat estafet bagi ulam-ulama setelah beliau dalm menerapkan mendefinisikan sehingga sebagai pembuka jalan generasi berikutnya. Dan jarang dari buku atau kitab para ulam-ulam yang membahas tentang karya-karya beliau. Karena keterbatasan kemampuan, penulis belum bisa memaparkan karya-karya beliau tapi ada ajaran beliau yang menjadi pembicaraan kaum sufi adalah: ” Anak Adam! Dirimu, diriku! Dirimu hanya satu, Kalau ia binasa, binasalah engkau. Dan orang yang telah selamat tak dapat menolongmu. Tiap-tiap nikmat yang bukan surga, adalah hina. Dan tiap-tiap bencana yang bukan neraka adalah mudah”. I. Pujian Ulama Kepada Hasan al-Bashri Setelah al-Hasan tumbuh menjadi seorang pemuda. Allah Subhanahu wa Ta’ala karuniakan kecerdasan kepadanya, maka beliau menimba ilmu kepada para sahabat kibar (senior) seperti Abdullah bin Abbas, Jabir bin Abdillah, Ibnu Umar, Abu Hurairah, dan sejumlah sahabat kibar lainnya radhiallahu ‘anhum. Dengan kemapanan ilmu dan kesungguhan dalam ibadah hal itu semakin menambah keutamaan bagi al-Hasan. Sehingga tidak heran bila Qotadah mengatakan, “Al-Hasan adalah orang yang paling mengetahui tentang halal dan haram.” Abu Burdah berkata, “Tidaklah aku melihat seorang yang lebih serupa dengan para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dibanding beliau.” Humaid bin Hilal berkata, “Suatu hari Abu Qotadah berwasiat kepada kami, “Tekunilah Syaikh ini, karena aku tidak melihat seorang yang pendapat-pendapatnya lebih mirip dengan pendapatnya Umar selain beliau.” Anas bin Malik berkata, “Bertanyalah kalian kepada al-Hasan, karena beliau selalu ingat tatkala kami lupa.” J. Potret Ibadah Beliau Ibrahim bin Isa al-Yaskuri berkata, “Aku tidak melihat seseorang yang selalu berada dalam kesedihan (takut akhirat ed.) kecuali al-Hasan. Aku tidak melihatnya melainkan seperti seorang yang baru terkena musibah.” As-Surri bin Yahya berkata, “Adalah al-Hasan selalu berpuasa bidh, puasa pada bulan-bulan haram (mulia), demikian juga puasa Senin dan Kamis.” Dari Syu’aib ia berkata, “Aku pernah melihat al-Hasan tengah membaca Alquran sedang ia menangis sampai mengalir air matanya membasahi jenggotnya.” K. Sikap Beliau Terhadap Fitnah Di kala itu, kepemimpinan kaum muslimin jatuh ke tangan seorang pemimpin zalim, al-Hajjaj bin Yusuf ats-Tsaqofi. Karena kezalimannya banyak kaum muslimin yang dibunuh secara zalim. Sebagian orang tidak sabar melihat kekejaman dan kezaliman pemimpin mereka itu di saat mereka seharusnya memberikan ketaatannya kepada kholifah kaum muslimin. Di antara mereka adalah sebagian kelompok yang dipimpin oeh Ibnu Asy’ats yang tengah merekrut dan menyusun kekuatan untuk mengkudeta pemimpin mereka al-Hajjaj bin Yusuf ats-Tsaqofi. Di tengah gejolak fitnah besar yang merata semacam itu, seorang muslim akan diuji siapakah di antara mereka yang tetap berada dalam jalan selamat yang ditunjukkan oleh syariat dan tampaklah orang-orang yang tidak sabar lalu meninggalkan syariat. Oleh karena itu, mari kita menimba ilmu dari seorang alim tabi’in tentang bagaimana sikap seorang muslim dalam menghadapi fitnah. Dari Sulaiman bin Ali ar-Rab’i ia berkata, “Tatkala terjadi fitnah Ibnu Asy’ats yang hendak meemrangi al-Hajjaj, pergilah Uqbah bin Abdil Ghafir, Abul Jauza, dan Abdullah bin Ghlalib untuk menemui al-Hasan dan meminta fatwa kepada beliau. Mereka memerangi seorang thaghut ini (al-Hajjaj bin Yusuf, pen.) yang telah menumpahkan darah yang haram untuk ditumpahkan, dan merampas harta yang haram untuk dirampas, telah meninggalkan shalat, dan telah melakukan ini dan itu…’ (Mereka menyebutkan semua tindak-tanduk dari al-Hajjaj bin Yusuf). Lalu al-Hasan berkata, ‘Namun, aku berpendapat kalian jangan memeranginya. Karena kalaulah ia adalah suatu hukuman untuk kalian, maka sekali-kali kalian tidak akan mampu menolak hukuman Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan pedang-pedang kalian, namun bila ia adalah musibah dan ujian untuk kalian, maka bersabarlah sampai Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan hukum kepada kalian dan Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah sebaik-baik yang memutuskan hukum.’ Namun, mereka tidak menggubris perkataan al-Hasan bahkan mengatakan, ‘Apakah kita akan menaati perkataan keledai liar itu..!? (Hajaj)’ Mereka pun tetap nekad keluar bersama Ibnu Asy’ats hingga akhirnya mereka terbunuh semua.” Beliau juga mengatakan, “Seandainya manusia tatkala diuji dari sisi pemimpinnya mereka mau bersabar, tentu mereka akan mendapat jalan keluarnya. Namun, mereka begitu tergesa-gesa menghunus pedang-pedang mereka. Demi Allah Subhanahu wa Ta’ala, tidaklah mereka datang dengan membawa kebaikan.” L. Beberapa Perkataan Mutiara Hasan al-Bashri Dari Imran bin Khalid bahwa al-Hasan radhiallahu ‘anhu pernah berkata, “Mukmin yang sesungguhnya adalah yang selalu merasa sedih baik di kala pagi maupun sore, karena dia akan selalu di antara dua rasa takut, antara dosa yang sebelumya telah ia perbuat sedang ia tidak atahu apa yang Allah Subhanahu wa Ta’ala akan perbuat kepadanya dan ajal yang akan menjemputnya yang juga ia tidak tahu apa yang akan menimpanya dari kebinasaan.” Dari Hazm bin Abi Hazm ia mengatakan, “Aku pernah mendengar al-Hasan berkata, ‘Sungguh jelek dua sahabat ini yaitu dinar dan dirham, karena keduanya tidak akan memberi manfaat kepadamu sampai keduanya berpisah darimu’.” Beliau juga mengatakan, “Tidaklah seorang yang memuliakan dirham kecuali Allah Subhanahu wa Ta’ala akan menghinakannya.” Dari Zuraik bin Abi Zuraik ia berkata bahwa al-Hasan pernah mengatakan, “Sesungguhnya fitnah apabila datang maka akan diketahui oleh setiap yang alim dan apabila ia lenyap baru diketahui oleh setiap yang jahil.” M. Wafatnya Beliau Dari Abdul Wahid bin Maimun maulah Urwah bin Zubair radhiallahu ‘anhu ia berkata, “Datang seorang kepada Ibnu Sirin seraya mengatakan, ‘Aku bermimpi melihat seekor burung mengambil kerikilnya al-Hasan di masjid.’ Lalu Ibnu Sirin berkata, ‘Seandainya yang kamu ucapkan benar maka berarti al-Hasan akan meninggal dunia.’ Tidak berselang lama lalu meninggallah al-Hasan.” Dari Hisyam bin Hassan, “Kami sedang duduk-duduk bersama Muhammad bin Sirin pada sore hari di hari Kamis. Tiba-tiba datang seorang laki-laki selepas shalat Asar seraya mengabarkan bahwa al-Hasan telah meninggal dunia, maka Muhammad bin Sirin mendoakannya dan sepontan raut mukanya berubah kemudian diam seribu basaha. Beliau tidak berbicara sampai tenggelam matahari.” Al-Hasan al-Bashri meninggal dunia pada bulan Rajab tahun 110 H dalam usia 88 tahun. Jenazahnya disaksikan oleh semua orang. Ia dishalatkan setelah selesainya shalat Jumat di Bashrah, dan orang-orang berdesak-desakan sampai-sampai shalat Asar tidak ditegakkan di masjid jami’ tersebut. Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala merahmati al-Hasan al-Bashri dengan rahmat yang luas dan memasukkan kita semuanya ke surga-Nya yang tinggi yang buah-buahnya begitu dekat untuk diraih. Amin. N. Mutiara Teladan Beberapa teladan yang dapat kita petik dari imam besar ini di antaranya. 1. Kegagahan dan ketampanan serta nasab bukanlah tolok ukur keutamaan seseorang. Ketakwaan, ilmu, dan amal seseorang itulah yang menjadi landasan penilaian keutamaan. 2. Kewajiban rakyat adalah tetap wajib menaati pemimpinnya, sekalipun mereka berbuat zalim kepada kita, selama mereka tetap muslim dan melaksanakan shalat, karena hal itu membawa maslahat yang lebih umum, kecuali jika mereka melakukan kekufuran yang nyata. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mewasiatkan kepada umatnya dalam mengahdapi pemimpin yang zalim: “Hendaklah kalian tetap mendengar dan taat kepada pemimpin sekalipun ia menzalimimu dan mengambil hartamu, maka tetaplah kalian wajib mendengar dan menaatinya,” (HR. Muslim) 3. Sikap seorang mukmin tatkala terjadi fitnah adalah bersikap wara’ dan menjauhkan diri dari fitnah. Dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah berwasiat kepada kita tentang hal ini dalam sabdanya, “Sesungguhnya akan terjadi fitnah, orang yang duduk lebih utama dari orang yang berdiri, dan orang yang berdiri lebih baik dari yang berjalan, dan orang yang berjalan masih lebih baik dari yang memiliki andi di dalamnya.” (HR. At-Tirmidzi: 4/486) Maka jalan yang selamat tatkala terjadi fitnah adalah berusaha menjauhkan diri dari fitnah sejauh-jauhnya dan jangan sekali-kali menceburkan diri dalam fitnah tersebut karena hal itu berarti kebinasaan. Wallahul muwaffiq. O. Nasihat al-Hasan al-Bashri Kepada Umar bin Abdul Aziz Berikut ini adalah nasihat al-Hasan al-Bashri kepada Umar bin Abdul Aziz, salah seorang khalifah yang shaleh dari Bani Umayyah. Al-Hasan menasihati beliau tentang hakikat dunia, karena bisa jadi seseorang yang shaleh pun tergelicir ketika memegang kekuasaan tertinggi dan dia membutuhkan nasihat yang mengingatkannya. Apalagi jabatan yang dipegang oleh Umar adalah jabatan yang sangat besar, karena ia adalah salah satu raja yang memegang wilayah terbesar di dunia. Godaan, ambisi, fitnah dunia, dan keinginan untuk menikmatinya bisa saja muncul kala itu. Al-Hasan al-Bashri menulis surat kepada Umar bin Abdul Aziz, isi surat tersebut menjelaskan tentang hakikat dunia. Teks surat tersebut adalah sebagai berikut: Amma ba’du.. Wahai Amirul Mukminin, sesungguhnya dunia adalah rumah persinggahan dan perpindahan bukan rumah tinggal selamanya. Adam diturunkan ke dunia dari surga sebagai hukuman atasnya, maka berhati-hatilah. Sesungguhnya orang yang berhasrat kepada dunia akan meninggalkannya, orang yang kaya di dunia adalah orang yang miskin (dibanding akhirat), penduduk dunia yang berbahagia adalah orang yang tidak berlebih-lebihan di dalamnya. Jika orang yang berakal lagi cerdik mencermatinya, maka dia melihatnya menghinakan orang yang memuliakannya, mencerai-beraikan orang yang mengumpulkannya. Dunia layaknya racun, siapa yang tidak mengetahuinya akan memakannya, siapa yang tidak mengetahuinya akan berambisi kepadanya, padahal, demi Allah itulah letak kebinasaannya. Wahai Amirul Mukminin, jadilah seperti orang yang tengah mengobati lukanya, dia menahan pedih sesaat karena dia tidak ingin memikul penderitaan panjang. Bersabar di atas penderitaan dunia lebih ringan daripada memikul ujiannya. Orang yang cerdas adalah orang yang berhati-hati terhadap godaan dunia. Dunia seperti pengantin, mata-mata melihat kepadanya, hati terjerat dengannya, pada dia, demi Dzat yang mengutus Muhammad dengan kebenaran, adalah pembunuh bagi siapa yang menikahinya. Wahai Amirul Mukminin, berhati-hatilah terhadap perangkap kebinasaannya, waspadailah keburukannya. Kemakmurannya bersambung dengan kesengsaraan dan penderitaan, kelanggengan membawa kepada kebinasaan dan kefanaan. Ketahuilah wahai Amirul Mukminin, bahwa angan-angannya palsu, harapannya batil, kejernihannya keruh, kehidupannya penderitaan, orang yang meninggalkannya adalah orang yang dibimbing taufik, dan orang yang berpegang padanya adalaah celaka lago tenggelam. Orang yang cerdik lagi pandai adalah orang yang takut kepada apa yang dijadikan Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk menimbulkan rasa takut, mewaspadai apa yang Allah telah peringatkan, berlari meninggalkan rumah fana kepada rumah yang abadi, keyakinan ini akan sangat terasa ketika kematian menjelang. Dunia wahai Amirul Mukminin, adalah rumah hukuman, siapa yag tidak berakal mengumpulkan untuknya, siapa yang tidak berilmu tentangnya akan terkecoh, sementara orang yang tegas lagi berakal adalah orang yang hidup di dunia seperti orang yang mengobati sakitnya, dia menahan diri dari pahitnya obat karena dia berharap kesembuhan, dia takut kepada buruknya akibat di akhirat. Dunia wahai Amirul Mukminin, demi Allah hanya mimpi, sedangkan akhirat adalah nyata, di antara keduanya adalah kematian. Para hamba berada dalam mimpi yang melenakan, sesungguhnya aku berkata kepadamu wahai Amirul Mukminin apa yang dikatakan oleh seorang laki-laki bijak, ‘Jika kamu selamat, maka kamu selamat dari huru-hara besar itu. Jika tidak, maka aku tidak mengira dirimu akan selamat’. Ketika surat al-Hasan al-Bashri ini sampai ke tangan Umar bin Abdul Aziz, beliau menangis sesenggukan sehingga orang-orang yang ada di sekitarnya merasa kasihan kepadanya. Umar mengatakan, “Semoga Allah merahmati al-Hasan al-Bashri, beliau terus membangunkan kami dari tidur dan mengingatkan kami dari kelalaian. Sungguh sangat mengagumkan, beliau adalah laki-laki yang penuh kasih terhadap kami (pemimpin), beliau begitu tulus kepada kami. Beliau adalah seorang pemberi nasihat yang sangat jujur dan sangat fasih bahasanya.” Umar bin Abdul Aziz membalas surat al-Hasan dengan mengatakan: “Nasihat-nasihat Anda yang berharga telah sampai kepadaku, aku pun mengobati diriku dengan nasihat tersebut. Anda menjelaskan dunia dengan sifat-sifatnya yang hakiki, orang yang pintar adalah orang yang selalu berhati-hati terhadap dunia, seolah-olah penduduknya yang telah ditetapkan kematian sudah mati. Wassalamu’alaikum warahmatullah wabarakatuh.” Ketika balasan Umar sampai di tangan al-Hasan, beliau berkata, “Amirul Mukminin benar-benar mengagumkan, seorang laki-laki yang berkata benar dan menerima nasihat. Allah Subhanahu wa Ta’ala telah mengagungkan nikmat dengan kepemimpinannya, merahmati umat dengan kekuasaannya, menjadikannya rahmat dan berkah.” Al-Hasan al-Bashri menulis sedikit lagi pesan kepada Umar bin Abdul Aziz dengan mengatakan: “Amma ba’du, sesungguhnya ketakutan besar dan perkara yang dicari ada di depanmu, dan engkau pasti akan menyaksikannya, selamat atau celak.” (Az-Zuhd, al-Hasan al-Bashri, Hal.169). DAFTAR PUSTAKA Abudinnata. 2009. Akhlak Tasawwuf. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Arqom, Ahmad. 2009. Pimpinlah dan Majulah. Surabaya: TRU STECO, Cet.1 Hartono,Djoko, kisah para sufi (surabaya : LKPI-MQA 2011) Jonnassen, R.Jan.Rahasia TASAWUF(Jogjakarta:Dolphin Book,2006) Kartanegara, Mulyadi. 2006. Menyelami Lubuk Tasawuf. Jakarta: Erlangga.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar