KATA PENGANTAR
Puji syukur kami
panjatkan kehadirat Allah SWT Tuhan Yang Maha Esa. Karena hanya atas
berkat dan Rahmat-Nya lah, kami dapat menyelesaikan makalah ini yang insya
Allah tepat pada waktunya.
Makalah ini kami buat
dengan tujuan untuk memenuhi tugas Tauhid yang telah di berikan oleh Ibu
Dra. Hj. Wiji.
Berdasarkan pengertian
syariat, tauhid bermakna mengesakan Allah dalam hal- hal yang menjadi
kekhususan diri-Nya. Hakikat tauhid adalah mengesakan Alah. Maka dalam
pembuatan makalah ini, kami menghubungkan penciptaan alam semesta ini dengan
ilmu tauhid.
Dan akhirnya kami
berharap, apa yang kami sampaikan dalam makalah kami ini dapat bermanfaat bagi
pembaca pada umumnya, dan bagi kami pada khususnya. Makalah ini juga
sesungguhnya masih jauh dari titik kesempurnaan sebuah makalah, maka kritik
yang positif dan membangun sangat kami harapkan sebagai bahan referensi
kami untuk lebih baik lagi ke depannya.
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN FILSAFAT
Istilah filsafat
berasal dari bahasa yunani yang terdiri dari dua kata yaitu philo dan sophia.
Dua kata ini mempunyai arti masing-masing. Philo berarti cinta dalam arti lebih
luas atau umum yaitu keinginan, kehendak. Sedangkan Sophia mempunyai arti
hikmah, kebijaksanaan, dan kebenaran. Jadi, secara etimologis, filsafat dapat
diartikan sebagai cinta akan kebijaksanaan.
Filsafat sebagai bentuk
proses berpikir yang sistematis dan radikal mempunyai objek material dan objek
formal. Objek material filsafat adalah segala yang ada. Dan segala yang ada
mencakup ada yang tampak (visible). Ada yang tampak (visible) di sini adalah
dunia empiris artinya yang dapat dialami manusia, sedangkan ada yang tidak
tampak adalah dunia ide-ide yang disebut dunia metafisik.
Dalam perkembangan
selanjutnya, objek material filsafat dibagi atas tiga bagian yaitu yang ada
dalam kenyataan, yang ada dalam pikiran, dan yang ada dalam kemungkinan. Dan
ada pun objek formal filsafat adalah sudut pandang yang menyeluruh, radikal,
dan objektif tentang yang ada, agar dapat mencapai hakikatnya, intinya.
B. PENGERTIAN POLITIK
Politik adalah proses
pembentukan dan pembagian kekuasaan dalam masyarakat yang antara lain berwujud
pada proses pembuatan keputusan, khususnya dalam negara. Dalam negara seperti
Indonesia, kekuasaan negara dibagi atas 3 (tiga) bagian. Pertama, Lembaga
Eksekutif oleh Presiden. Kedua, Lembaga Legislatif oleh DPR. Ketiga, Lembaga
Yudikatif oleh Mahkamah Agung. Ketiga-tiganya bersifat independen. Artinya
tidak saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya. Politik juga sering
dikaitkan dengan hal penyelenggaraan pemerintahan dan negara. Yang
menyelenggarakannya bukan rakyat, tetapi pemerintahan yang berkuasa. Hanya saja
partisipasi rakyat sangat diharapkan. Tujuannya agar kerja pemerintahan dapat
terlaksana dengan baik. Percuma suatu pemerintahan menyelenggarakan negara
tanpa dukungan dari rakyat. Karena itu, kerja sama antara keduanya sangat
diharapkan. Rakyat menyampaikan aspirasi kepada pemerintahan melalui
wakil-wakilnya di Parlemen yang diwakili oleh DPR (Dewan Perwakilan Rakyat)
baik pusat maupun Daerah serta DPD (Dewan Perwakilan Daerah.
C. PENGERTIAN FILSAFAT POLITIK
Istilah filsafat
berasal dari bahasa yunani yang terdiri dari dua kata yaitu philo dan sophia.
Dua kata ini mempunyai arti masing-masing. Philo berarti cinta dalam arti lebih
luas atau umum yaitu keinginan, kehendak. Sedangkan Sophia mempunyai arti
hikmah, kebijaksanaan, dan kebenaran. Jadi, secara etimologis, filsafat dapat
diartikan sebagai cinta akan kebijaksanaan
Politik adalah proses
pembentukan dan pembagian kekuasaan dalam masyarakat yang antara lain berwujud
pada proses pembuatan keputusan, khususnya dalam negara. Politik juga sering
dikaitkan dengan hal penyelenggaraan pemerintahan dan negara. Yang
menyelenggarakannya bukan rakyat, tetapi pemerintahan yang berkuasa. Hanya saja
partisipasi rakyat sangat diharapkan. Tujuannya agar kerja pemerintahan dapat
terlaksana dengan baik. Percuma suatu pemerintahan menyelenggarakan negara
tanpa dukungan dari rakyat.
Jadi, pengetian
Filsafat Politik adalah suatu upaya untuk membahas hal-hal yang berkaitan
dengan politik secara sistematis, logis, bebas, mendalam, serta menyeluruh.
Filsafat Politik berarti pemikiran-pemikiran yang berkaitan tentang politik.
Bidang politik merupakan tempat menerapkan ide filsafat. Ada berbagai macam
ide-ide filsafat yang ikut mendorong perkembangan politik modern yaitu
liberalisme, komunisme, pancasila, dan lain-lain.
Filsafat politik adalah
refleksi filosofis mengenai masalah-masalah sosial politik yang dapat dibedakan
menjadi dua bagian pembahasan yang berkaitan erat, yakni pertama mempersoalkan
hakikat, kedua mempersoalkan fungsi dan tujuan. Akan tetapi dalam kenyataannya,
filsafat politik bukan hanya mempersoalkan hakikat, fungsi dan tujuan negara,
melainkan juga membahas soal keluarga dalam negara, pendidikan, agama, hak dan
kewajiban individual, kekayaan dan harta milik pemerintah dan sebagainya.
Filsafat politik berbeda dengan ilmu politik, karena ilmu politik bersifat
deskriptif dan bersangkut paut dengan fakta-fakta, sedangkan filsafat politik
bersifat normatif dan bersangkut paut dengan nilai-nilai.
D. PENGERTIAN FILSAFAT POLITIK OLEH PARA AHLI
Plato, filsafat politik
adalah upaya untuk membahas dan menguraikan berbagai segi kehidupan manusia
dalam hubungannya dengan negara. Ia menawarkan konsep pemikiran tentang manusia
dan negara yang baik dan ia juga mempersoalkan cara yang harus ditempuh untuk
mewujudkan konsep pemikiran. Bagi Plato, manusia dan negara memiliki persamaan
hakiki. Oleh karena itu, apabila manusia baik negara pun baik dan apabila
manusia buruk negara pun buruk. Apabila negara buruk berarti manusianya juga
buruk, artinya negara adalah cerminan mansuia yang menjadi warganya.
Machiavelli, filsafat
politik adalah ilmu yang menuntut pemikiran dan tindakan yang praktis serta
konkrit terutama berhubungan dengan negara. Baginya, negara harus menduduki
tempat yang utama dalam kehidupan penguasa. Negara harus menjadi kriteria
tertinggi bagi akivitas sang penguasa. Negara harus dilihat dalam dirinya tanpa
harus mengacu pada realitas apa pun di luar negara.
Bagi Agustinus,
filsafat politik adalah pemikiran-pemikiran tentang negara. Menurutnya negara
dibagi 2 (dua) yaitu negara Allah (civitas dei) yang dikenal dengan negra
surgawi “kerajaan Allah, dan negara sekuler yang dikenal dengan negara duniawi
(civitas terrena). Kehidupan di dalam Negara Allah diwarnai dengan iman,
ketaatan, dan kasih Allah. Sedangkan Negara Sekuler “duniawi”, menurutnya
identik dengan negara cinta pada diri sendiri atau cinta egois ketidakjujuran,
pengmbaran hawa nafsu,keangkuhan, dosa, dan lain-lain. Dengan jelas bahwa
filsafat politik negara Allah Agustinus merupakan penjelmaan negara ideal
Plato.
Plato dalam bukunya
Republika mempersoalkan dan membahas berbagai permasalahan tersebut. Menurut
Plato, negara ideal adalah negara yang penuh dengan kebajikan dan keadilan.
Setiap warganya berfungsi sebagaimana mestinya dalam upaya merealisasikan
negara ideal itu, oleh karenanya maka pendidikan harus diatur oleh negara.
Pendidikan menduduki tempat amat penting dalam filsafat politik Plato. Agar
negara ideal itu dapat terwujud nyata, yang patut menjadi raja atau presiden
adalah mereka yang mempelajari filsafat. Dengan kata lain raja haruslah seorang
filsuf, karena hanya filsuflah yang benar-benar mengenal ide-ide. Selain itu
filsuf juga tahu tentang kebijakan, kebaikan dan keadilan, sehingga
pemerintahannya tidak akan mengarah pada kejahatan dan ketidakadilan. Menurut
Plato, hanya filsuflah yang memiliki pengetahuan yang sesungguhnya, dan karena
pengetahuan adalah kekuasaan, maka filsuflah yang layak memerintah.
Sementara Aristoteles
berpendapat bahwa negara adalah persekutuan yang berbentuk polis yang dibentuk
demi kebaikan tertinggi bagi manusia. Negara harus mengupayakan dan menjamin
kesejahteraan bersama yang sebesar-besarnya karena hanya dalam kesejahteraan
umum itulah kesejahteraan individual dapat diperoleh. Menurut dia alangkah
baiknya apabila negara diperintah oleh seorang filsuf-raja yang memiliki
pengetahuan sempurna dan amat bijaksana, karena akan menjamin tercapainya
kebaikan tertinggi bagi para warganya. Akan tetapi lanjutnya, di dunia ini
tidak mungkin dapat ditemukan seorang filsuf-raja yang sempurna, kareanya yang
terpenting adalah menyusun hukum dan konstitusi terbaik yang menjadi sumber
kekuasaan dan menjadi pedoman pemerintahan bagi para penguasa.
E. PERKEMBANGAN FILSAFAT POLITIK
1). Filsafat Politik
Barat
a.
Klasik
Pada jaman klasik,
masih cenderung kepada tokoh sejarah seperti socrates,plato dan aristoteles,
kemudian mengenai konsep kekuasaan, kedaulatan negara dan hakikat hukum.
Socrates lahir pada tahun 470 SM. Anak dari Sophroniskos seorang tukang batu
dan Phainarete adalah seoarang bidan. Sokrates adalah murid dari Arkhelaos,
filsuf yang mengganti Anaxagoras di Athena. Ajaran – ajaran Socrates
diantarannya berupa metode, etika dan pemikiran tentang politik. Plato tidak
membatasi perhatiannya pada persoalan-persoalan etis saja, seperti dilakukan
oleh Sokrates, melainkan ia mencurahkan minatnya kepada suatu lapangan luas
sekali yang mencakup seluruh ilmu pengetahuan.
Pokok pemikiran
Aristoteles dari sudut epistimologis menyangkut logika, filsafat pengetahuan,
filsafat manusia, metafisika dan etika serta filsafat Negara. Aristoteles
mencetuskan pemikirannya ketikamulai runtuhnya konsep pemerintahan polis di
athena. Saat itu berlaku konsep mengenai kosmopolitan hellenisme yang
diptakarsai oleh Alexander de great. Di dalam politica menegaskan tentang harus
adanya jarak antar ruang pribadi dengan ruang awam dan ruang politik dengan
ruang non-politik. Karena pemikiran itulah akhirnya Plato memaparkan inti-inti
mengenai konsep warga negara, konsep hak milik dan konsep komnitas politik.
Konsep mengenai hak milik ini kemudian dikembnagkan oleh John Locke.
b.
Abad pertengahan
Filsafat barat abad
pertengahan (476-1492 M) bisa dikatakan abad kegelapan, karena pihak gereja
membatasi para filosof dalam berfikir, sehingga ilmu pengetahuan terhambat dan
tidak bisa berkembang, karena semuanya diatur oleh doktirn-doktrin gereja yang
berdasarkan kenyakinan. Apabila terdapat pemikiran-pemikiran yang bertentangan
dari keyakinan para gerejawan, maka filosof tersebut dianggap murtad dan akan
dihukum berat samapai pada hukuman mati.
Secara garis besar
filsafat abad pertengahan dapat dibagi menjadi dua periode yaitu: periode
Scholastic Islam dan periode Scholastik Kristen. Para Scholastic Islamlah yang
pertama mengenalkan filsafatnya Aristoteles diantaranya adalah Ibnu Rusyd, ia
mengenalkan kepada orang-orang barat yang belum mengenal filsafat Aristoteles. Para
ahli fikir Islam (Scholastik Islam) yaitu Al-Kindi, Al-Farabi, Ibnu Sina,
Al-Gazali, Ibnu Rusyd dll. Mereka itulah yang memberi sumbagan sangat besar
bagi para filosof eropa yang menganggap bahwa filsafat Aristoteles, Plato, dan
Al-Quran adalah benar. Namun dalam kenyataannya bangsa eropa tidak mengakui
atas peranan ahli fikir Islam yang mengantarkam kemoderenan bangsa barat.
Kemudian yang kedua periode Scholastic Kristen dalam sejarah perkembangannya
dapat dibagi menjadi tiga, Yaitu: Masa Scholastik Awal, Masa Scholastik Keemasan,
Masa Scholastik Terakhir.
c. Modern/kontemporer
Dalam era
modern/kontemporer, terdapat beberapa filsuf diantaranya yaitu Thomas Hobbes
dan John locke.
Thomas Hobbes
Dasar pemikiran filsuf
ini berakar pada empirisme. Menurutya, filsafat adalah ilmu pengetahuan tentang
akibat-akibat berdasrakan fakta yang bisa diamati. Ia berpendapat bahwa
filsafat anyak disusupi oleh gagasan religius dan objek filsafat adalh objek
yang bersifat lahiriah dan bergerak dengan cirinya masing-masing. Ia membagi
filsafat menjadi empat bidang yaitu filsafat geometri, filsafat fisika,
filsafat etika dan filsafat politik.
John Locke
Menurut locke,kekuadaan
negara adalah terbatas dan tidak mutlak. Dan tujuan pemdirian negara adalah
untuk menjamin hak rakyatnya. Maka, peraturan harus mempunyai batasan. John
locek dalam bukunya letters of toleration menyatakan bhawa jangan menyamakan
antara agama dengan negara. Keduanya harus mempunyai pemisah karena tujuannya
berbeda.
2) Filsafat Politik
Islam
a. Garis Besar Filsafat
Politik Islam
Islam merupakan agama
universal yang memberikan pedoman setiap aspek kehidupan manusia. Termasuk
didalamnya juga tentang (aspek) kehidupan bernegara. Khusus mengenai kehidupan
bernegara, Islam memberikan pedoman amat global, hanya diajarkan
prinsip-prinsipnya, guna memberi kesempatan bagi interpretasi dan perkembangan
masyarakatnya, sesuai dengan kebutuhan hidup yang senantiasa berkembang. Dengan
demikian, pemikiran-pemikiran dalam bidang kehidupan politik memperoleh ruang
gerak yang sangat luas. Berikut ini penulis akan mendiskripsikan garis besar
tentang hal tersebut dengan mencoba menggali nuansa-nuansa yang telah termaktub
dalam Al-Quran dan Sunnah.
b. Al- Farabi dan
Filsafat Politik Islam
Filsafat politik
Al-Farabi sendiri kiranya layak untuk mendapat perhatian kita, lebih sepuluh
abad setelah masa hidup sang filosof. Mengapa?
Pertama, Al-Farabi
adalah filosif politik islam par excellence. Filosof- filosof muslim yang
datang setelahnya terbukyi tak banyak beranjak dari apa yang dikembangkan oleh
Al-Farabi . Hal ini seperti diakui oleh para filosof-filosof penerusnya.
Tokoh-tokoh dari kalagan islam seperti Ibnu Sina, Al-Ruzi, Al-Thusi maupun dari
lingkungan agama lain, eperti Maimonides, dan Ibn Gabirol, mengakui bahwa
kualitas filsafat Al-Farabi khususnya di bidang politik, sulit di lampaui .
Kedua, banyak peneliti
mengenai pemikiran Al-Farabi prcaya bahwa filsafat tokoh ini merupakan suatu
upaya yang cukup berhasil untuk mengakomodasikan ajaran-ajaran islam ke batang
tubuh filsafat klasik, betapapun kontroversialnya.
Ketiga, least but not
least meskipun merupakan cerminan abad pertengahan filsafat politik al-farabi
seperti di ungkapkan oleh Ibrahim Madkour , seorang ahli filsafat islam
terkemuka , ia mengandung pengertian-pengertian modern, bahkan kontemporer.
Hubungan politik
pemerintahan menurut Al-Farabi, bahwa manusia adalah makhluk sosial yang
mempunyai kecenderungan alami untuk bermasyarakat lantaran tidak mungkin
memenuhi segala kebutuhanya sendiri tanpa melibatkan bantuan dan kerjasama dari
orang lain. Adapun tujuan bermasyarakat adalah tidak semata-mata untuk memenuhi
kebutuhan pokok hidup, melainkan juga untuk memenuhi kelangkapan hidup yang
akan memberikan kebahagiaan , tidak saja material, tetapi juga di akhirat.
c. Al- Mawardi
Untuk menegakkan negara
, dari segi politik, Mawardi berpendapat ada enam sendi dasar yang
harusiupayakan
1. Agama yang dihayati
sebagai pengendali hawa nafsu dan pengawasan melekat atas hati nurani.
2. Penguasa yang
berwibawa yang mampu mempersatukan aspirasi yang berbeda sehingga dapat
mengantarkan negaramencapai tujuannya .
3. Keadilan dalam arti
luas , keadilan terhadap terhadap bawahan, atasan, dan mereka yang setingkat.
4. Stabilitas keamanan
yang terkendali dan merata
5. Kesuburan tanah
(lahan) yang berkesinambungan, sehingga tidak tumbuh sebagai aggresor
6. Harapan kelangsungan
hidup.
Rasulullah
bersabda "Adanya harapan adalah suatu nikmat dari Allah kepada umatku ,
kalau tidak ada harapan orang tidak akan (payah-payah) menanam pohon , dan
seorang ibu tidak akan menyusui anaknya "
d. Al-Ghazali
Profesi politik menurut
Al-Ghazali:
Sejalan dengan
ilmuwan-ilmuwan sebelumnya , Ghazali juga berpendirian manusia itu makhlik
sosial . Manusia tidak bisa hidup sendirian disebabkan dua faktor.
1. Pertama, kebutuhan
akan keturunan demi kelangsungan hidup umat manusia hal ini diperlakukan
hubungan antara laki-laki dan perempuan, serta keluarga
2. Saling membantu dan
menyediakan kebutuhan hidup seperti makanan , pakaian dan penidikan.
Bagi Ghazali , profesi
politik meliputi empat departemen
1. Departemen agraria
untuk menjamin kepastian hak atas tanah
2. Departemen
pertahanan dan keamanan (hankam) untuk menjamin keamanan dan pertahanan negara
3. Departemen ketahanan
4. Kejaksaan
Kesemuanya untuk
menyelesaikan sengketa dan untuk menyusun undang undang dan peraturan guna
menjamin keserasian hubungan antar warga negara dan melindungi setiap warga
dari pelanggaran hak, baik oleh sesama , maupun oleh negara itu sendiri
.
F. POKOK MASALAH FILSAFAT POLITIK
Aspek teoritis dari
pokok masalah filsafat politik akan mencakup pembahasan sebagai berikut (Brown
1986, p. ), logika atau analisa yang difokuskan pada makna atau fungsi
konsep-konsep seperti "baik", "benar", dan "seharusnya".
Jadi analisa diarahkan pada apa yang dimaksud jika suatu masyarakat dikatakan
tertib dan baik, misalnya.metode, yaitu bagaimana menentukan jenis-jenis
pertimbangan yang dianggap relevan dan dengan cara apa dapat dilakukan evaluasi
atas berbagai pilihan praktis yang saling bersaing; dengan ini kita harus dapat
memberikan alasan bagi argumentasi yang kita dipergunakan dan bukti-bukti yang
kita pilih.
Pertanyaan metafisik
yaitu menyangkut pengujian terhadap pranggapan atas pemikiran-pemikiran dan
diskursus praktis, dan memeriksa konsistensinya atau jika tidak dengan
membandingkan atas dasar penemuan ilmu pengetahuan faktual atau agama.
Sedangkan aspek praktis
dari pokok masalah filsafat politik menunjuk pada penerapan (aplikasi) yaitu
pengambilan keputusan atas suatu pilihan atau kebijakan.
G. METODE DAN PENDEKATAN FILSAFAT POLITIK
Dari segi metode,
menjawab pertanyaan normative
1.
Pendekatan Sebagian vs Sistematis (Piecemal vs Sistematic Approach)
a.
Pendekatan sebagian
pendekatan
sebagian dalam studi filsafat politik mengambil· bentuk berupa pencarian konsep-konsep normatif (project of normative
inquiry). Dalam pencarian konsep-konsep normatif, kajian tentang demokrasi,
misalnya, dikembangkan dengan memeriksa apakah demokrasi dapat diterima sebagai
sesuatu yang bernilai atau tidak bernilai (Analisis Konseptual).
Pendekatan
sebagian dapat mendorong munculnya penemuan yang lebih mendalam dan kritis
mengenai konsep atau isu penting tertentu dalam filsafat politik dan akan
membantu menjelaskan relevansinya dengan situasi aktual yang kita hadapi.
b.
Pendekatan sistematis
berusaha
"mengembangkan proyek yang sistematis dan bersifat mencakup semua filsafat
praktis tentang politik" (Brown, 1986, p. 15). Dengan ini, pertama,
filsafat politik melangkah jauh dari sekadar "proyek analisis
konseptual", yaitu memberikan perhatian terhadap masalah yang muncul dalam
kehidupan politik dengan memberikan petunjuk tentang prinsip keadilan atau
bentuk pemerintahan. Kedua, dengan pendekatan sistematis, filsafat politik juga
dibedakan dari sekadar usaha terlibat dalam pencarian secara sebagian atas
premis nilai yang bersifat normatif (piecemal normative inquire). Kajian
tentang konsep demokrasi misalnya akan gagal jika dilihat hanya sebagai nilai
(untuk ditolak atau disetujui) tanpa usaha mengkaitkannya dengan keseluruhan
nilai yang mendasari sebuah masyarakat.
pendekatan
sistematis menyarankan bahwa filsafat politik perlu terlibat dalam totalitas
citra politik, yaitu dengan terus menerus menemukan konsistensi pandangan
politik satu sama lain, dan karena itu mengharuskan bentuk kajian yang bersifat
perbandingan (interdisciplinary) atau memperhatikan antar hubungan dari
berbagai pandangan politik.
2.
Pendekatan pemecahan masalah vs pendekatan kritis
a.
Pendekatan pemecahan masalah
Dengan pendekatan ini,
sistem ekonomi yang didasarkan pada paham kapitalisme atau sosialisme,
misalnya, akan diterima sebagai sesuatu yang dalam dirinya sendiri tanpa cacat
; berbagai masalah yang timbul didalamnya hanya dilihat sebagai masalah teknis
atau managerial semata sehingga memungkinkan sistem itu bekerja secara lebih
efektif dan efisien. Begitu juga, sebuah sistem dari kepemerintahan
internasional (international governance) yang berlandaskan pada kedaulatan
negara, jika diterima sebagai “kenyataan“ juga akan memungkinkan munculnya
anggapan bahwa tidak realistik untuk mengharapkan apalagi mengajukan perubahan
ekstensif terhadap sistem itu.
b.
Pendekatan kritis
Pendekatan kritis,
menurut Cox, juga ”diarahkan pada kompleksitas sosial dan politik sebagai
keseluruhan daripada pada bagian yang terpisah” (1986, p. 208). Artinya
menyajikan formula yang dapat dipergunakan dalam menjawab kompleksitas sosial,
politik dan ekonomi sebagai keseluruhan, dan bukan menangani bagian tertentu
dari isu sosial, politik atau ekonomi.
H. PERBEDAAN FILSAFAT POLITIK DENGAN ILMU POLITIK
1.
filsafat politik dan ilmu politik merupakan dua hal yang berbeda namun
sama-sama membahas politik.
2.
Pada ilmu politik, untuk memahami realitas yang ada dilakukan pendekatan
deskriptif. Sedangkan pada filsafat politik, sebuah realitas dikaitkan dengan
disiplin normatif. Disiplin normatif maksudnya adalah disiplin yang merumuskan
sesuatu secara ideal.
3.
Dalam membahas papua, :
a.
Filsafat politik mempertanyakan apakah negara Indonesia mutlak diperlukan untuk
terbentuknya tata hidup bersama di Papua, ilmu politik mempertanyakan dampak
pemerintahan negara Indonesia bagi tata hidup bersama di Papua.
b.
filsafat politik berupaya memberikan pernyataan nilai (value statement),
ilmu politik terhadap dampak pemerintahan negara Indonesia bagi tata hidup
bersama di Papua memberikan pernyataan faktual atau factual statement.
I. POKOK MASALAH FILSAFAT POLITIK (SUBJEK MATTER)
Aspek teoritis dari
pokok masalah filsafat politik akan mencakup pembahasan sebagai berikut (Brown
1986, p. ),
·
logika atau analisa
yang difokuskan pada makna atau fungsi konsep-konsep seperti "baik",
"benar", dan "seharusnya". Jadi analisa diarahkan pada apa
yang dimaksud jika suatu masyarakat dikatakan tertib dan baik, misalnya.
·
metode, yaitu bagaimana
menentukan jenis-jenis pertimbangan yang dianggap relevan dan dengan cara apa
dapat dilakukan evaluasi atas berbagai pilihan praktis yang saling bersaing;
dengan ini kita harus dapat memberikan alasan bagi argumentasi yang kita
dipergunakan dan bukti-bukti yang kita pilih.
·
pertanyaan metafisik
yaitu menyangkut pengujian terhadap pranggapan atas pemikiran-pemikiran dan
diskursus praktis, dan memeriksa konsistensinya atau jika tidak dengan
membandingkan atas dasar penemuan ilmu pengetahuan faktual atau agama.
Sedangkan aspek praktis
dari pokok masalah filsafat politik menunjuk pada penerapan (aplikasi) yaitu pengambilan
keputusan atas suatu pilihan atau kebijakan.
J. KARAKTERISTIK FILSAFAT POLITIK
Filsafat politik
memiliki karakteristik. Salah satu yang utama adalah studi filsafat politik
pada dasarnya merupakan cabang dari filsafat praktis (practical philosophy),
yaitu cabang filsafat yang, terkait erat dengan etika atau filsafat moral.
a.
Filsafat politik berbeda dengan etika: etika berhubungan dengan dimensi moral
pribadi, misalnya bagaimana seseorang seharusnya hidup, nilai atau gagasan
ideal apa yang seharusnya dipegang dan aturan hidup macam apa yang hendaknya
diperhatikan. Karena itu, sebagai cabang filsafat praktis, filsafat politik
berhubungan dengan sisi atau aspek sosial dari etika atau lebih tepat
berhubungan dengan pertanyaan tentang bagaimana pengaturan dan pengorganisasian
kehidupan masyarakat yang seharusnya (Brown, 1986, p. 11).
b.
pengetahuan normatif, yaitu bahwa filsafat politik mencoba
membentuk norma (aturan atau standar ideal), yang dapat dibedakan dari
pengetahuan deskriptif, yaitu mencoba menguraikan bagaimana sesuatu
secara apa adanya (Wolf, 2006: 2). Studi normatif mencari tahu bagaimana
sesuatu seharusnya: apa yang benar, adil dan secara moral tepat, sementara
studi politik deskriptif dilakukan oleh ilmuwan politik, sosiolog, dan ahli
sejarah.
K.
PERAN FILSAFAT POLITIK UNTUK
INDONESIA
1. Filsafat politik dapat dijadikan alat
untuk mengajukan mendefinisikan ulang konsep-konsep dan praktek politik yang
telah lama dilakukan di Indonesia, seperti konsep Negara, konsep kekuasaan,
konsep otoritas, peran hokum, aspek keadilan di dalam hokum. Dalam bidang hukum
misalnya, banyak pelaku korupsi di berbagai bidang lolos begitu saja dari
jeratan hukum, karena tidak ada undang-undang yang pas untuk menjeratnya.
Filsafat hukum mengajukan proposisi, bahwa hukum tidak hanya mengacu pada
rumusan baku saja, tetapi pada rasa keadilan yang sudah ada di dalam
masyarakat. Rumusan hukum harus mengacu pada rasa keadilan. Tanpa keadilan,
hukum adalah penindasan. Hukum merupakan terjemahan teknis dari keadilan.
Proses mendefinisikan ulang sesuatu membutuhkan kerangka normative dan filsafat
yang menyediakan itu. Suatu penilaian haruslah berbasis pada criteria penilaian
tertentu dan didalam bidang politik, filsafat politik menyediakan itu.
2. Filsafat politik mampu menjadi alat
untuk melakukan kritik ideology. Sebuah bangsa mau tidak mau, hidup dalam suatu
ideology tertentu. Ideology mencerminkan pandangan dasar yang dianut secara
naïf oleh suatu bangsa dan tidak lagi dipertanyakan. Filsafat politik sebagai
aktivitas berpikir secara terbuka, rasional, sistematis dan kritis tentang
kehidupan bersama, mampu menjadi alat yang kuat untuk membongkar
kesesatan-kesesatan berpikir yang ada di dalam ideology tersebut.
contoh kritik ideology islamisme :
islamisme adalah suatu ideology yang menyatakan dengan tegas bahwa semua
kehidupan public dan privat warga Negara haruslah diatur berdasarkan asas-asas
islam yang dominan. Filsafat politik bisa mempertanyakan, konsep manusia macam
apakah yang dianut oleh islamisme, apakah konsep itu sesuai dengan kondisi yang
ada, apakah hanya ada satu islam di Indonesia ini.
Filsafat politik dapat dipandang sebagai pencair dari kebekuan berpikir
yang sangat mudah ditemukan di dalam ideology-ideologi.
3. Filsafat politik mengajukan suatu
model tata social politik yang mungkin. Tata soaial politik itu berbasis pada
prinsip-prinsip keadilan, kebebasan dan solidaritas.
DAFTAR PUSTAKA
[1]
http://majasari31.blogspot.com/2012/09/pengantar-filsafat-politik.html#ixzz2UH5wrrCu
, 25-05-2013, 12.05.
[2] http://majasari31.blogspot.com/2012/09/pengantar-filsafat-politik.html#ixzz2UH5wrrCu,
25-05-2013, 12.05.
[3] Ibid, hal. 170-172
[4] :
http://majasari31.blogspot.com/2012/09/pengantar-filsafat-politik.html#ixzz2UH5wrrCu,
25-05-2013. 12.05
2. Aliran Hukum Positifisme
Aliran Positifisme menganggap bahwa keduanya hukum dan moral dua hal yang
harus
dipisahkan. Dan aliran ini dikenal sadnya dua subaliran yang terkenal yaitu;
a.Aliran hukum positif yang analitis, pendasarnya adalah John Austin.
Ada empat unsure penting menurut Austin dinamakan sebagai hukum;
dipisahkan. Dan aliran ini dikenal sadnya dua subaliran yang terkenal yaitu;
a.Aliran hukum positif yang analitis, pendasarnya adalah John Austin.
Ada empat unsure penting menurut Austin dinamakan sebagai hukum;
-Ajarannya tidak berkaitan dengan penelitian baik-buruk, sebab penelitian ini berada
di luar bidang hukum.
-Kaidah moral secara yuridis tidak penting bagi hukum walaupun diakui ad
pengaruhnya pada masyarakat.
pengaruhnya pada masyarakat.
-Pandangannya bertentangan baik dengan ajaran hukum alam maupun dengan mazhab
sejarah.
sejarah.
-Masalah kedaulatan tak perlu dipersoalkan, sebab dalam ruang lingkup hubungan
politik sosiologi yang dianggap suatu yang hendak ada dalam kenyataan.
Akan tetapi aliran hukum positif pada umumnya kurang atau tidak memberikan tempat bagihukum yang hidup dalam masyarakat. Austin mengemukakan cirri-ciri positivism, adalah sebagiberikut;y
-Hukum adalah perintah manusia (command of human being).
-Tidak ada hubungan mutlak antar hukum moral dan yang lainnya.
-Analitis konsepsi hukum dinilai dari studi historis dan sosiologis.
-System hukum adalah merupakan system yang logis, tetap, dan bersifat
tertutup dan
di dalamnya terhadap putusan-putusan yang tetap.
di dalamnya terhadap putusan-putusan yang tetap.
b.Aliran hukum positif murni, dipelopori oleh Hans Kelsen. Latar belakan
ajaran
hukum murni merupakan suatu pemberontakan terhadap ilmu idiologis, yaitu
mengembangkan hukum sebagai alat pemerintah dalam negara totaliter. Dan
dikatakan murni karena hukum harus bersih dari anasir-anasir yang tidak yuridis
yaitu anasir etis, sosiologis,politis, dan sejarah. Maka menurut Hans Kelsen
hukum itu berada dalam dunia sollen´dan bukan dalam dunia ³sain´. Sifatnya
adalah hipotetis, lahir karena kemauan dan akalmanusia.
Ajaran Hans Kelsen mengemukakan Stufenbau des Recht (hukum itu tidak boleh
bertentangandengan ketentuan yang lebih atas derajatnya). Dan John Austin
mengemukakan ada dua bentukhukum, adalah sebagai berikut; Positif law dan
Positif morality.
3. Aliran Mazhab Sejarah
3. Aliran Mazhab Sejarah
Aliran Mazhab sejarah dipeloporiFriedrich Carl von Savigny (Volk geist)
hukum kebiasaansumber hukum formal. Hukum tidak dibuat melainkan tumbuh dan
berkembang bersama samadengan masyarakat. Pandangannya bertitik tolak bahwa di
dunia ini terdapat banyak bangsa dantiap-tiap bangsa memiliki ³volksgeist´ jiwa
rakyat. Dia berpendapat hukum semua hukumberasal dari adat-istiadat dan
kepercayaan dan bukan berasal dari pembentukan undang undang.
4. Aliran Sociological Yurisprudence
Sociological Yurisprudence (living law) dipelopori Eugen Ehrlich (german)
tapi berkembang diAmerika Serikat (Roscoe) konsep hukum, hukum yang dibuat agar
memperhatikan hukum yanghidup dalam masyarakat baik tertulis maupun tidak
tertulis. Mengakui sumber hukum formalbaik undang undang maupun bukan undang
undang asal. Dipengaruhi oleh aliran positifsosiologis dan August Comte yang
orientasinya sosiologis.
Inti pemikiran Roscoe Pound hukum yang baik adalah hukum yang sesuai dengan
hukum yanghidup di dalam masyarakat. Berpegang kepada pendapat pentingnya, baik
akal maupunpengalaman.
5. Aliran Pragmatic Legal Realism
5. Aliran Pragmatic Legal Realism
Aliran Pragmatic Legal Realism dipelopori oleh Roscoe Pound konsep hukumnya
( Law as a
tool of social engineering ) sub aliran positivisme hukum Wiliam James dan Dewey
mempengaruhi lahirnya aliran ini. Titik tolaknya pada pentingnya rasio atau akal sebagai sumberhukum. Menurut Liewellyn, aliran realism adalah merupakan bukan aliran dalam filsafat hukum,tetapi merupakan suatu gerakan ³movement´ dalam cara berfikir tentang hukum.
6. Aliran Antropolitica Yurisprudence
tool of social engineering ) sub aliran positivisme hukum Wiliam James dan Dewey
mempengaruhi lahirnya aliran ini. Titik tolaknya pada pentingnya rasio atau akal sebagai sumberhukum. Menurut Liewellyn, aliran realism adalah merupakan bukan aliran dalam filsafat hukum,tetapi merupakan suatu gerakan ³movement´ dalam cara berfikir tentang hukum.
6. Aliran Antropolitica Yurisprudence
-Northrop dan Mac Dougall. Northrop mengutarakan pendapatnya bahwa hukum
mencerminkan nilai sosial budaya.
mencerminkan nilai sosial budaya.
-Mac dougall dan Values system mengutarakan pendapatnya bahwa hukum
mengandung
sistem nilai. Mempengaruhi pendapat Mochtar Kusumaatmadja
sistem nilai. Mempengaruhi pendapat Mochtar Kusumaatmadja
7. Aliran Utilitarianisme
Aliran Utilitarianisme dikemukakan tokoh aliran ini dalah Jeremy Bentham
dan mengutarakanpendapatnya memegang prinsip manusia akan melakukan tindakan
untuk mendapatkankebahagiaan yang sebesar-besarnya dan mengurangi penderitaan
(hukum itu harus bermanfaatbagi masyarakat, guna mencapai hidup bahagia).
Merupakan aliran yang meletakkan dasar dasarekonomi bagi pemikiran hukum,
prinsip utamanya adalah tujuan dan evaluasi hukum.Bentham dan Jhon Stuart Mill
memiliki pendapat yang sejalan yaitu pembentukan undang-undang hendaknya dapat
melahirkan undang-undang yang dapat mencerminkan keadilan bagisemua individu.
DAFTAR PUSTAKA
Huijbers, Theo, Filsafat
Hukum Dalam Lintasan Sejarah, Penerbit Kanisius, Yogyakarta, 1993.
Kencana, Syafiie Inu, Pegantar Filsafat. Penerbit PT Refika
Aditama, Bandung, 2004.
Muchsin, Ikhtisar Filsafat Hukum, cetakan kedua , Badan
Penerbit Iblam Jakarta, 2006
Pound, Roscoe, Pengantar Filsafat Hukum, (Terj.) Muhammad
radjab, Penerbit Bhratara, Jakarta, 1996.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar